Penulis: Rismayanti A. Nurul Mutmainnah, M.Si Ayunintya Eka Wardani, M.Kes PENDAHULUAN Makanan adalah salah satu kebutuhan pok...
Penulis:
Rismayanti
A. Nurul Mutmainnah, M.Si
Ayunintya Eka Wardani, M.Kes
PENDAHULUAN
Makanan adalah salah satu kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi untuk memastikan kelangsungan hidup. Kepuasan
kebutuhan pangan dapat dicapai melalui upaya negara atau masyarakat dalam
menciptakan ketersediaan, distribusi, dan akses yang mudah terhadap makanan.
Kebutuhan akan makanan terus bertambah seiring dengan perkembangan populasi dan
peningkatan kualitas hidup. Indonesia memiliki sumber daya yang mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan makanan penduduknya.
Hak untuk memperoleh pangan dianggap
sebagai hak asasi manusia yang mendasar, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 27
ayat 2 konstitusi tahun 1945, yang menjamin bahwa setiap warga negara berhak
atas pekerjaan yang sesuai dan penghidupan yang sesuai dengan martabat manusia.
ketika membahas penyediaan pangan untuk penduduk, diperlukan diversifikasi
dalam konsumsi pangan. Hal ini dilakukan untuk mengelola dan mengatur pola
makan masyarakat agar memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Selain itu, pemerintah
juga harus berupaya untuk mencapai ketahanan pangan demi kesejahteraan
berkelanjutan masyarakat. untuk mencapai ketahanan pangan, maka sangat penting
bahwa kebutuhan nutrisi seluruh penduduk terpenuhi dengan memadai, terjangkau
secara ekonomis, dan didistribusikan dengan efisien.
Dalam konteks kewenangan, hubungan
antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan layanan pangan sangat
penting. Dalam menjalankan tugas pemerintah daerah di sektor pangan, perlu
adanya penekanan pada prioritas yang memungkinkan pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dan daerah. Pembagian kewenangan di sektor pangan dirancang
untuk memastikan bahwa layanan pangan dapat mencapai semua wilayah yang membutuhkan,
serta menciptakan organisasi yang efisien dan efektif.
Pemerintah adalah sebuah lembaga dengan
kewenangan administrative yang bertujuan untuk mempercepat pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Salah satu inisiatif yang diinisiasi oleh pemerintah
untuk membantu meringankan beban masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok
adalah Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). BPNT juga dikenal sebagai Non
Cash Food Assistance Program di beberapa negara. fokus utama BPNT adalah untuk
membentuk sistem perlindungan sosial dan memberdayakan masyarakat miskin.
Untuk meningkatkan evektivitas dan
akurasi program, Rastra diperintahkan untuk berubah dari pola subsidi menjadi pola
bantuan sosisal (BANSOS) pangan. Dalam pola BANSOS pangan ini, bantuan sosial
dan subsidi disalurkan secara non tunai. Dengan pendekatan non tunai ini,
diharapkan bahwa penerima manfaat akan mendorong perilaku yang lebih produktif
dan akan memungkinkan akumulasi aset masyarakat melalui fleksibilitas waktu
penarikan bantuan serta kesempatan untuk menabung.
Pada awalnya, program BPNT dirancang
sebagai pengganti dari Prgram Beras Sejahtera (RASTRA) yang menghadapi sejumlah
permasalahan. Dalam pelaksanaan Program RASTRA, terdapat beberapa permasalahan
yang kompleks. Salah satunya terlihat dari indikator tepat sasaran, dimana
masih terdapat kesalahan penentuan penerima dan yang dikeluarkan. Berdasarkan
penjelasan tersebut penulis tertarik untuk mengangkat judul Implementasi
Bantuan Pangan Non Tunai Di Kelurahan Watang Bacukiki.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
uraian sebelumnya, penulis merasa relevan untuk menggagas judul 'Pelaksanaan
Program Bantuan Pangan Non Tunai di Kelurahan Watang Bacukiki' dengan rumusan
permasalahan 'Bagaimana pelaksanaan program bantuan pangan non tunai di
Kelurahan Watang Bacukiki?
Tinjauan
Teori
Implementasi Kebijakan
Suharto berpendapat bahwa pada
dasarnya, implementasi kebijakan mencerminkan perubahan dalam perencanaan pada
tingkat yang lebih konkret. Penerapan kebijakan atau penyediaan layanan adalah
tujuan utama, sementara kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut berperan sebagai sarana pencapaian tujuan tersebut. Kesimpulan yang
dapat diambil dari pandangan Suharto adalah bahwa dalam tahap perencanaan,
sebuah kebijakan harus bergerak menuju perubahan yang lebih konkret dan jelas,
dan saat diimplementasikan, kebijakan tersebut menjadi tujuan utamanya,
sementara kegiatan-kegiatan yang mendukungnya adalah alat untuk mencapai tujuan
tersebut.
Setiawan mengungkapkan bahwa
implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling berhubungan, melibatkan
proses interaksi antara perencanaan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuannya, serta memerlukan koordinasi yang efektif di dalam jaringan
birokrasi. Tahapan pelaksanaan ini melibatkan tiga komponen utama: pertama,
mengembangkan serangkaian peraturan tambahan yang berfungsi sebagai penafsiran
kebijakan asal. Kedua, mempersiapkan sumber daya yang diperlukan untuk
mendorong langkah-langkah pelaksanaan, termasuk fasilitas, sumber daya keuangan,
dan menetapkan orang yang bertanggung jawab untuk menjalankannya. Ketiga,
merancang cara konkret untuk menyampaikan kebijakan kepada masyarakat.
Konsep
Bantuan Pangan Non Tunai
1.
Definisi
BPNT
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
merupakan bentuk bantuan sosial pangan yang diberikan oleh pemerintah kepada
keluarga penerima manfaat (KPM) setiap bulan dalam bentuk pembayaran non tunai.
Bantuan ini diterima melalui penggunaan uang elektronik yang hanya dapat
digunakan untuk pembelian bahan pangan di pedagang bahan pangan yang disebut
E-Warung, yang menjalin kerjasama dengan Bank Penyalur. Program ini diatur oleh
Pedoman Umum BPNT tahun 2018.
Menurut Kementerian Sosial
(Kemensos), bantuan sosial pangan non tunai dilakukan dengan cara mentransfer
sejumlah dana sebesar Rp 110.000 setiap bulan kepada penerima program melalui
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). KKS berperan sebagai alat distribusi yang
memungkinkan penerima untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras dan telur
sesuai dengan kebutuhan mereka di E-Warung. Bantuan ini juga dapat diakumulasi
dalam rekening Bantuan Pangan.
2.
Tujuan
BPNT
Tujuan dari Program BPNT mencakup hal-hal berikut:
- Mereduksi beban biaya yang harus ditanggung oleh keluarga penerima manfaat (KPM) dengan memberikan bantuan yang sebagian memenuhi kebutuhan pangan mereka.
- Meningkatkan asupan gizi yang lebih seimbang bagi KPM.
- Meningkatkan akurasi dalam penentuan sasaran, waktu, jumlah, harga, kualitas, dan administrasi program.
- Memberikan opsi dan kontrol kepada KPM dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka sesuai dengan preferensi mereka.
3.
Manfaat
BPNT
Manfaat dari Program BPNT meliputi hal-hal berikut:
- Peningkatan ketahanan pangan pada tingkat keluarga penerima manfaat (KPM) sambil berperan sebagai alat untuk melindungi sosial dan mengurangi kemiskinan.
- Peningkatan efisiensi dalam penyaluran bantuan sosial.
- Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan keuangan dan perbankan.
- Meningkatnya penggunaan transaksi non tunai dalam kerangka Gerakan Nasional Nontunai (GNNT).
- Peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah, khususnya pada usaha mikro dan kecil yang bergerak dalam sektor perdagangan.
4.
Prinsip
Pelaksanaan BPNT
Pelaksanaan Program BPNT harus mematuhi prinsip-prinsip berikut:
- Memberikan keluarga penerima manfaat (KPM) kemampuan untuk memilih dan mengendalikan aspek seperti waktu pembelian, jumlah, jenis, kualitas, harga bahan pangan (seperti beras dan/atau telur), dan lokasi e-Warong.
- Tidak mengarahkan KPM pada e-Warong tertentu, dan e-Warong tidak diperbolehkan mengelompokkan bahan pangan yang mengurangi pilihan dan kontrol yang dimiliki KPM terhadap jenis bahan pangan yang mereka inginkan.
- Memungkinkan e-Warong untuk memperoleh pasokan bahan pangan dari berbagai sumber yang memperhatikan harga yang sesuai, kualitas, jumlah, waktu, sasaran, dan administrasi.
- Bank Penyalur bertanggung jawab untuk mendistribusikan dana bantuan ke rekening KPM dan tidak terlibat dalam penyaluran bahan pangan kepada KPM atau melakukan pemesanan bahan pangan.
- Mendorong perkembangan usaha eceran rakyat dengan cara menarik pelanggan dan meningkatkan pendapatan dengan melayani KPM.
- Memberikan akses kepada usaha eceran rakyat dan KPM untuk menggunakan layanan keuangan.
- Pemerintah pusat dan daerah memiliki tugas untuk mengawasi pelaksanaan BPNT sesuai dengan pedoman dan petunjuk teknis yang berlaku.
Metode
Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Watang Bacukiki ini mengadopsi metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan pendekatan yang peneliti gunakan untuk menghasilkan data berupa deskripsi naratif (dalam bentuk kata-kata) dari individu dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini dipilih dengan tujuan untuk memastikan data yang diperoleh lebih efektif, komprehensif, dan jelas. Metode kualitatif juga memungkinkan peneliti untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi dengan akurat dan sistematis, serta menjelaskan hubungan antara fenomena-fenomena tersebut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul, analisis data menjadi langkah selanjutnya dalam penelitian
PEMBAHASAN
1. Komunikasi
Komunikasi
memainkan peran yang sangat penting dalam pengiriman kebijakan, sehingga
kebijakan yang disampaikan harus dipahami dengan baik oleh pelaksana. George C.
Edward III juga mengemukakan bahwa ada beberapa aspek yang harus diperjelas
dalam konteks komunikasi: Pertama,
transmisi, yang mencerminkan bahwa pemerintah pelaksana Program Bantuan Pangan
Non Tunai (BPNT) di Kelurahan Watang Bacukiki, menghadapi tantangan dalam
menjalankan komunikasi yang efektif. Hal ini disebabkan oleh seringnya terjadi
miskomunikasi antara pemerintah setempat. Kedua,
kejelasan, yang menunjukkan bahwa pemerintah pelaksana BPNT di Kelurahan Watang
Bacukiki belum sepenuhnya berhasil dalam menyampaikan komunikasi yang jelas.
Banyak orang yang masih tidak memahami prosedur BPNT, sehingga diperlukan upaya
sosialisasi kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Agen BPNT.
Dengan kata lain, penting untuk
memahami bahwa komunikasi yang baik, kejelasan, dan konsistensi dalam
pelaksanaan program sangat relevan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dari Program BPNT di Kelurahan Watang Bacukiki.
Berdasarkan Pedoman Umum BPNT Tahun
2018, sosialisasi dan komunikasi program BPNT dirancang untuk mendorong
terjalinnya proses komunikasi, aliran informasi, dan pembelajaran di antara
berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program BPNT, baik di tingkat
pusat maupun daerah. Hal ini mencakup pelaku media, LSM, akademisi, dan
masyarakat umum, termasuk peserta atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT,
terutama di daerah yang sedang menjalankan program BPNT. Tujuan utamanya adalah
memastikan bahwa BPNT disosialisasikan kepada semua pemangku kepentingan, baik
yang terlibung langsung maupun tidak langsung dalam program ini, karena
kesuksesan BPNT sangat tergantung pada tingkat pemahaman dan partisipasi dari
berbagai pihak.
2. Sumber
Daya
Sumber daya adalah faktor kunci
dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif, menurut Edward III dalam Agustino.
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai dampak sumber daya pada
pelaksanaan kebijakan mencakup staf, informasi, wewenang, dan fasilitas.
Pelaksanaan suatu kebijakan sangat tergantung pada ketersediaan sumber daya
yang mencukupi. Meskipun instruksi pelaksanaan diteruskan dengan jelas dan
konsisten, jika sumber daya yang diperlukan oleh pelaksanaan untuk menjalankan
kebijakan tersebut kurang, maka akan muncul masalah dalam proses implementasi.
Sumber daya dalam pelaksanaan
Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) memiliki peranan yang sangat penting
karena mencakup aspek-aspek seperti keberadaan staf yang memadai dengan
kemampuan yang sesuai untuk mengeksekusi tugas-tugas mereka, pemberian wewenang
yang tepat, serta fasilitas yang mendukung untuk menjalankan Program BPNT di
Kelurahan Watang Bacukiki.
Dalam konteks mendukung pelaksanaan
Program BPNT di Kelurahan Watang Bacukiki, unsur sumber daya termasuk TKSK dan
pendamping BPNT memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak
setempat dan penyedia layanan dengan baik. Selain itu, beberapa fasilitas juga
menjadi sumber daya pendukung yang penting. Hal ini diperlukan agar seluruh
proses penyaluran berjalan dengan baik, dan semua sumber daya tersebut harus
tersedia dan dapat digunakan dengan efektif.
3. Disposisi
Dalam pelaksanaan kebijakan, disposisi
merupakan unsur ketiga yang penting, seperti yang dijelaskan oleh George C.
Edwards III. Dalam konteks disposisi dalam implementasi kebijakan, perhatian
utama yang diberikan oleh Edwards III adalah terkait dengan aspek-aspek berikut:
1. Pengangkatan
birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana kebijakan dapat menciptakan hambatan
yang nyata dalam proses implementasi jika individu yang terlibat tidak
menjalankan kebijakan sesuai dengan arahan yang diberikan oleh pejabat-pejabat
di tingkat hierarki yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan
harus diemban oleh individu yang memiliki dedikasi terhadap kebijakan yang
telah ditetapkan, terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
2. Insentif
adalah salah satu strategi yang direkomendasikan untuk mengatasi tantangan
dalam mengelola sikap pelaksana kebijakan dengan cara mengatur insentif.
Prinsip dasarnya adalah bahwa orang cenderung bertindak berdasarkan kepentingan
pribadi mereka sendiri. Oleh karena itu, manipulasi insentif oleh para pembuat
kebijakan dapat memengaruhi perilaku para pelaksana kebijakan.
Keberhasilan atau kegagalan dalam
pelaksanaan sebuah kebijakan juga bergantung pada sikap dari para pelaksana dan
pemerintah setempat, serta tingkat dukungan yang diberikan oleh pemerintah.
Ketika para pelaksana menunjukkan tingkat kemauan yang tinggi, ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam mengoptimalkan proses pelaksanaan. Dalam
konteks penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), pelayanan yang berkualitas
dan sikap yang ramah dari para pelaksana kepada keluarga penerima manfaat
(KPM), yang sebagian besar merupakan masyarakat miskin yang menjadi peserta
dalam program BPNT, menjadi sangat penting. Para pemerintah pelaksana Program
Bantuan Pangan Non Tunai yang terlibat dalam program ini, terutama di Kelurahan
Watang Bacukiki telah menjalankan peran, tugas, dan fungsi mereka dengan baik.
3.
Struktur Birokrasi
Ketika kita berbicara tentang
implementasi kebijakan, struktur birokrasi memiliki peran yang sangat
signifikan. Ada dua aspek kunci dalam struktur birokrasi yang perlu
diperhatikan. Pertama, ada mekanisme dan organisasi pelaksana yang harus
dibentuk. Biasanya, program-program ini mengikuti standar operasi yang telah
ditetapkan dan dijelaskan dalam panduan program atau kebijakan. Standar operasi
yang efektif akan menyediakan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak
membingungkan, dan mudah dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan. Selain itu, struktur organisasi pelaksana juga sebaiknya
sederhana, tidak rumit, dan efisien. Kemampuan struktur organisasi pelaksana
dalam mengambil keputusan yang cepat dalam menghadapi situasi luar biasa dalam
suatu program sangat penting.
Dalam pelaksanaan, melalui struktur
birokrasi yang terorganisir dengan baik, Standar Operasional Prosedur (SOP)
dapat dilaksanakan dengan efisien. Dalam konteks implementasi penyaluran
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kelurahan Watang Bacukiki, berbagai pihak
turut serta dalam mendukung proses penyaluran ini. Ini mencakup pemerintah
setempat, tim koordinasi di tingkat Kecamatan, dan aparat keamanan. Semua pihak
ini menjalankan peran mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku dan menjaga
komunikasi yang baik terkait proses penyaluran BPNT di Kelurahan Watang
Bacukiki.
KESIMPULAN
1. komunikasi
memainkan peran krusial dalam keberhasilan pengiriman kebijakan, terutama dalam
konteks Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kelurahan Watang Bacukiki.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam komunikasi mencakup transmisi dan
kejelasan. Tantangan miskomunikasi antara pemerintah setempat mempengaruhi
pelaksanaan program. Oleh karena itu, diperlukan upaya sosialisasi kepada
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Agen BPNT untuk memastikan pemahaman yang
lebih baik tentang prosedur BPNT.
Dengan demikian,
penting untuk diingat bahwa komunikasi yang efektif, jelas, dan konsisten
sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi Program BPNT di
Kelurahan Watang Bacukiki sesuai dengan Pedoman Umum BPNT Tahun 2018. Upaya
sosialisasi dan komunikasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
dan partisipasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam program ini, termasuk
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam BPNT.
2. Sumber
Daya memainkan peran kunci dalam pelaksanaan kebijakan yang efektif, sesuai
dengan pandangan Edward III dalam Agustino. Dalam konteks pelaksanaan Program
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kelurahan Watang Bacukiki, sumber daya,
termasuk keberadaan staf yang berkualitas, pemberian wewenang yang tepat, serta
fasilitas yang mendukung, memiliki peran penting. Koordinasi yang baik antara
TKSK, pendamping BPNT, pihak setempat, dan penyedia layanan juga ditekankan
sebagai bagian dari sumber daya. Fasilitas yang memadai juga diperlukan untuk
memastikan kelancaran proses penyaluran. Dengan demikian, sumber daya yang
cukup dan efektif adalah faktor kunci dalam mendukung pelaksanaan Program BPNT
di Kelurahan Watang Bacukiki.
3. Struktur
Organisasi Dalam pelaksanaan, melalui struktur birokrasi yang terorganisir
dengan baik, Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat dilaksanakan dengan
efisien. Dalam konteks implementasi penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
di Kelurahan Watang Bacukiki, berbagai pihak turut serta dalam mendukung proses
penyaluran ini. Ini mencakup pemerintah setempat, tim koordinasi di tingkat
Kecamatan, dan aparat keamanan. Semua pihak ini menjalankan peran mereka sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan menjaga komunikasi yang baik terkait proses
penyaluran BPNT di Kelurahan Watang Bacukiki.
Tidak ada komentar